Jumat, 05 Maret 2010

Letter of Credit Bukan Milik Misbakhun

A. LATAR BELAKANG

Inisiator Pansus Hak Angket Bank Century yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Misbakhun, saat ini menjadi pusat perhatian sebelum digelarnya Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akan membahas hasil rekomendasi dari Pansus Hak Angket Bank Century. Hal ini disebabkan oleh adanya laporan dari Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Bidang Sosial dan Bencana, Andi Arief, terhadap dirinya (Misbakhun) terkait dengan adanya dugaan Letter of Credit (L/C) fiktif atas nama PT. Selalang Prima Internasional (SPI) di Bank Century[1]. Misbakhun dikaitkan dengan kasus ini karena dirinya merupakan pemegang saham mayoritas dan sekaligus menduduki jabatan sebagai komisaris utama pada PT. SPI. Dalam perseroan[2] tersebut Misbakhun memiliki saham sebesar 99% (sembilan puluh sembilan perseratus), dan sisanya sebesar 1% (satu perseratus) dimiliki Frangky Ongkowardoyo yang sekaligus menduduki jabatan sebagai Direktur Utama pada PT. SPI. Selain itu, Andi Arief juga menyatakan bahwa Misbakhun tidak menyertakan L/C perusahaannya (PT. SPI) yang berada di Bank Century dalam laporan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

B. LETTER OF CREDIT DAN MISBAKHUN

Dari posisi kasus di atas kiranya disini yang menjadi kata kunci adalah L/C yang berada di Bank Century tersebut atas nama PT. SPI, bukan atas nama Misbakhun, terlepas dari fiktif atau tidaknya L/C tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa L/C tersebut adalah milik PT. SPI, dan bukan milik Misbakhun. Kesimpulan ini didasarkan pada sebuah alasan bahwa PT. SPI sebagai sebuah perseroan merupakan suatu badan hukum.[3] Menurut R. Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hukum.[4] Selanjutnya menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, pengertian tentang pribadi hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subyek hukum, mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-kewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang.[5] Dari kedua pendapat di atas kiranya dapat menunjukkan bahwa antara PT. SPI sebagai suatu badan hukum dan Misbakhun sebagai pemegang saham memiliki harta kekayaan yang terpisahkan. Oleh karena itu, sungguh keliru apabila dikatakan bahwa Misbakhun memiliki kewajiban untuk menyertakan L/C perusahaannya (PT. SPI) yang berada di Bank Century dalam laporan harta kekayaannya kepada KPK. Dalam Pasal 5 angka 3 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dinyatakan bahwa penyelenggara negara[6] memiliki kewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Sementara dalam kasus ini L/C tersebut bukanlah bagian dari kekayaan Misbakhun, melainkan kekayaan dari PT. SPI. Sehingga kiranya akan lebih tepat apabila dikatakan bahwa Misbakhun sebagai pemegang saham hanya memiliki kewajiban untuk menyertakan bukti pemilikan saham yang dimilikinya[7] dalam laporan harta kekayaannya sebagai penyelenggara negara. Hal ini dikarenakan saham merupakan benda bergerak yang dimiliki oleh pemegang saham[8] dalam sebuah perseroan.



[1] Saat ini telah berganti nama menjadi Bank Mutiara setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor: 11/47/KEP.GBI/2009 tertanggal 16 September 2009.

[2] Disini yang dimaksud perseroan adalah Perseroan Terbatas, dalam hal ini PT. SPI, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

[3] Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN. No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, Psl. 1 angka 1.

[4] Chidir Ali, Badan Hukum, cet. II, (Bandung: PT. Alumni), hal. 19.

[5] Ibid., hal. 20.

[6] Dalam hal ini Misbakhun merupakan pejabat negara yang menjalankan fungsi legislatif sebagai anggota DPR sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

[7] Indonesia, op. cit., Psl. 51.

[8] Ibid., Psl. 60 ayat (1).